Minggu, 05 Februari 2017

ANTARA HATI DAN KEPROFESIONALANKU



ANTARA HATI DAN KEPROFESIONALANKU
( 16 November 2015. 15.53 WIB)
          Ruangan ini memang bukanlah sebuah bagian dari gedung megah,tinggi,dan memiliki fasilitas yang mewah. Bahkan bisa dikatakan setiap orang tidak ingin masuk ke sini. Aku tidak tahu pasti apa yang mereka pikirkan. Entah karena ruangan ini terlalu sempit,atau karena mereka tidak mengerti dengan beribu nasehat dan pelajaran yang disampaikan di ruangan ini. Termasuk perjalanan hati ini yang tak mengira bahwa ruangan ini lebih indah dan lebih nikmat.

Pagi masih berjalan.

       Aku (Ani), Dira dan Heri bergegas menuju masjid dikampung  untuk menunaikan ibadah sholat zhuhur . Selepas zhuhur kami berkumpul untuk bercerita tentang permainan apa yang akan dimainkan setelah ashar nanti . Seperti halnya orang dewasa, yang berbicara serius tentang masalah yang dihadapinya. Memang aku akui kami adalah anak-anak yang lumayan patuh pada peraturan yang diberikan oleh abah dan omak. Jadi, setiap kegiatan yang kami lakukan pastilah abah dan omak tahu. Sebabnya dari suku melayu yang berada di Rokan Hilir provinsi Riau ini ,orang tua adalah hal yang paling keramat jika nasehat dan perintahnya dibantah.

          Waktu menunjukkan pukul empat sore, saatnya kami bermain setelah sholat ashar sesuai dengan kesepakatan yang direncanaka,sambil mendengar suara air sungai yang mengalir deras sekitar 6 meter dari lapangan tempat kami bermain.
“ Menjadi anak-anak sangatlah menyenangkan. Kita bebas bermain tanpa harus memikirkan masalah yang berarti. Benarkan teman-teman?” ucap Heri.
“Tentu, Her. Hanya anak kecil yang bisa seperti ini. Jika kita telah dewasa , kita tidak bisa bermain seperti yang kita ingin.” Dukung ku.
“ Iya benar teman. Ntah masalah apa yang dibahas oleh orang dewasa. Aku pun tidak paham benar. Kemarin banyak sekali perbincangan didalam televisi yang berbicara tentang keadilan,kesejahteraan, ekonomi, pendidikan dan masih banyak yang lainnya. Dan kemungkinan besar teman – teman yang seumuran dengan kita tidak paham tentang permasalahan yang dibahasa mereka. Apakah harus seperti itu juga kita nantinya? Harus ikut serta dalam masalah-masalah yang kalau ku lihat tak ada habisnya. Mereka berteriak menuntut hak nya dengan berbagai cara. Ntahlah yang jelas itu masih misteri bagiku.” Ucap Dira.
“ Jika kita sudah dewasa pastilah kita juga akan menghadapi hal yang sama seperti halnya orang dewasa sekarang ini . Untuk membahas hal-hal yang ditampilkan dan dibicarakan di televisi. Dan pada suatu hari nanti pasti kita juga akan mengerti.” Ujarku.
“waaaah, Ani. Seperti abang ku saja cara bicara mu. Mirip seperti orang dewasa.” Kata Dira sambil tersenyum.
“ Ya sudahlah teman-teman. Tidak usah di ambil pusing, sekarang yang terpenting kita majukan saja negeri tanah Melayu ini, tanah kelahiran kita. Jangan pikirkan yang lain. Belajar terus dan semangat. O iya besok ada penyambutan tamu Dinas Pendidikan di Sekolah Dasar kita, aku akan menyambut dengan nyanyian Lancang Kuning dengan teman-teman yang lain. Kalau kalian?” ucap Heri.
“ Karena kami anggota tari di sekolah. Tentu saja kami akan menyambut dengan tarian persembahan khas provinsi Riau tercinta ini. Ya sudah, mari kita pulang sebelum abah dan omak mencari kita.” Ujar ku sambil mengambil sedal yang terletak dibalik bebatuan tepi sungai.

Pagi bergulir menjadi duha.

          Masih berada di satu sekolah yang sama, SMP Negeri 2 Bangko Pusako. Salah satu sekolah yang ternama di daerah yang terkenal  penuh dengan kelapa sawit ini. Namun hari ini kami tidak menjadwalkan bermain ke tepi sungai seperti yang kami lakukan pada masa sekolah dasar beberapa tahun yang lalu. Ya benar, kami sudah menginjak usia 14 tahun. Kami selalu di sibukkan dengan kegiatan yang di adakan oleh sekolah baik pagi maupun sore. Sehingga waktu bermain hanya hari Minggu saja. 

Sesuai dengan seragam yang kami kenakan, putih biru. Abah dan omak tidak lagi berpesan pulang tepat waktu, melainkan percaya bahwa kami mampu mengemban amanat yang selalu diperdengarkan setiap harinya ditelinga kami. Nah, abah dan omak pun seakan mengerti atas apa yang kami lakukan, jika terlambat pulang berarti masih ada kegiatan penting yang kami lakukan di sekolah dan bukan bermain.
 “ Aku masih harus segera membuat program kerja divisiku minggu ini. Belum lagi persiapan olimpiade PKn di kabupaten  Rokan Hilir dua minggu yang akan datang. Benar-benar melelahkan, tapi tetap saja yang paling penting sarjana hukum harus ditangan.” Ujar ku
“ Aku tidak mengerti apa yang ada dipikiranmu saat ini. Kamu serius menginginkan dunia yang penuh dengan perkara-perkara yang mungkin kamu saja tidak mengerti”. Ucap Dira yang tak percaya.
“ Ya. Itulah Ani teman kita. Dia sudah terlanjur cinta dengan segala yang berurusan dengan hukum. Tapi menurutku, pikir-pikirlah kembali dengan matang”. Dukung Heri.
“Tapi menurutku ini tidak cocok untukmu Ani, perempuan seperti mu aku rasa sangat cocok menjadi seorang pendidik”. Ujar Dira
Heri menggelengkan kepala sembari menahan senyum, kemudian mendelik kearahku. Kali ini aku memilih untuk diam. Pilihan yang membingungkan menurut Heri.
“Lebih baik tidak usah dibahas sekarang, dari pada adu argumen yang tak berkesudahan”. Ujar heri. 

Diriku masih mempunyai hutang yang tak ada habisnya. Lebih –lebih untuk negara dan negeri tanah Melayu ini. Hati ini mungkin selalu merasa terancam akan tuntutan yang selalu mengiang dan membayang untuk suatu tanggung jawab yang memerlukan keikhlasan dalam mengembannya. 

Seiring dengan bergantinya seragam sekolah kami menjadi putih abu-abu, aku pun masih saja merenungkan kata-kata Dira tentang keadilan, kesejahteraan, ekonomi dan pendidikan itu. Kini di SMA N 1 Bangko pusako kami memang dituntut untuk lebih belajar sesuai dengan minat dan cita-cita kami. IPS ( Ilmu Pengetahuan Sosial) adalah jurusan yang ku ambil saat itu, ntah apa yang menggerakkan hati ini sehingga tak bisa melepaskan diri dari hal-hal yang berbau hukum dan sosial.
“ Dira, kira-kira kamu sudah memikirkan universitas mana yang menjadi sasaran setelah selesai dari SMA ini?” tanya Heri
“ Sudah Her, abah,omak dan aku sudah memutuskan untuk mengambil UIN Sultan Syarif Kasim Riau. Kalau kamu Her?” ucap Dira dengan jelas.
“ Sudah juga Dira. Target universitas kali ini harus tercapai. Tidak ada kata main-main lagi untuk mendapatkan yang satu ini. Kalau kamu ni?” Jawab Heri

Aku hanya bisa terdiam mendengar satu kalimat yang seakan menyudutkan jiwaku. Iya , memang benar apa yang ditanyakan oleh Dira dan Heri kali ini, tapi tetap saja pertanyaan itu sangat-sangat membuatku terpukul. Abahku sendiri sudah dua bulan yang lalu menghembuskan nafas terakhirnya. Sekiranya aku hanya memikirkan kelangsungan hidup keluarga untuk waktu yang akan datang. Beban hidup yang ku tanggung serta tanggung jawab keluarga kini sudah berada dibahu ku sendiri untuk dipikul seumur hidup.
“ Ntahlah Her, rasanya sudah pupus harapan ini”. Jawab ku.
“ Kamu tidak boleh berkata seperti itu Ni, jalan hidup seseorang hanya Allah lah yang tahu teman”. Jawab Dira meyakinkan ku.

Abah sudah meninggalkan satu kepercayaan terhadap anak tertuanya ini,untuk tidak akan berkecimpung pada dunia hukum. Sampai saat ini aku belum mengetahui alasan ayah berkata seperti itu. Omak pun tidak pernah menyingung masalah ini.

Siang pun datang menghampiri

       Aku masih di sini. Belum terniat untuk melajutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Bukan karena aku malas dan tidak mau, namun tanggung jawab atas keluarga yang membuatku bertahan di rumah. Aku masih suka membaca dan melihat berita-berita di televisi hingga saat ini walaupun hati masih sangat penasaran dengan akhir dari perkara-perkara yang disampaikan oleh para wartawan-wartawan itu.

          Heri juga masih disini. Bedanya denganku, dia berkuliah di kota Bagan Siapi-api sekitar 2 jam dari kampung kami ini. Sedangkan Dira sudah lulus di UIN Sultan Syarif Kasim. Katanya dia masuk di jurusan pendidikan matematika.

Merasa sangat bersalah dengan hati nurani ini. Selama ini yang diharapkan oleh diriku adalah suatu saat diriku dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang tidak beres dalam dunia perhukuman. Tapi itulah, tak bisa ditebak memang hal yang akan terjadi selanjutnya. Aku masih berada disini menunggu kabar kelulusan ku di salah satu perguruan tinggi negeri ternama yang ada di provinsi. Sementara Dira dan Heri sudah mulai bergelut dengan dunia barunya itu.

Rasa penasaran ku sampai saat ini masih belum terjawab, terutama perdebatan kami pada masa sekolah dasar dulu. Setahun berlalu, Heri dan Dira sudah masuk semester 3 perkuliahan. Akhirnya kesempatan itu terbuka untuk ku,untuk merasakan bangku kuliah seperti teman-teman yang lain melalui beasiswa Bidik misi. Jujur dalam hati senang sekali sebab omak tidak terlalu memikirkan biaya kuliahku.
          “ Nak, sudah dapat kabar mengenai kelulusan mu di UR? “. Suara lembut terdengar dari balik dinding pembatas ruang makan keluraga. Diri yang tak seberapa ini hanya bisa tertegun dan terdiam tanpa mengucapkan sepatah katapun.
“ Nak, omak tanya tolonglah jawab, takkan tak nak  jawab” suara lembut itu terdengar sekali lagi dengan bahasa yang khas. Sontak jawaban singkat ku sampaikan kepada seorang sosok yang berjasa dalam kehidupanku,” belum ibu, hasilnya akan keluar pada tanggal 22 Mei 2015 mendatang.

          Kabar kelulusan itu akhirnya datang, dan aku dinyatakan lulus di Universitas Riau. Tapi sayang sekali, aku lulus bukan di jurusan hukum seperti yang kuharapkan. Melainkan di jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. PGSD, ya salah satu jurusan yang diminta dengan amat sangat oleh omak agar aku mengambilnya di UR.
Jauh dari bayangan dan ekspektasiku selama ini, hanya air mata yang sanggup keluar dari perasaan ini. Lebih-lebih Allah pasti mengetahui bahwasannya abak tidak mengizinkan ku untuk menapaki dunia hukum. 

Merenung diatas kursi goyang didepan rumah, terlintas dipikiranku bahwa jalan hidup ini suatu saat akan menemukan titik terang yang mungkin bisa aku terima dengan lapang dada dan hati senang.

Senja dan malam datang bersamaan

       Kini semuanya ku lalui. Tidak terasa minggu depan aku sudah akan memakai toga kebanggaan setiap mahasiswa yang akan wisuda. Sarjana pendidikan yang sudah kudapatkan membuatku merenung panjang kembali. Bisakah aku menjadi guru profesional sementara hati ini masih terbayang-bayang akan segala persoalan-persoalan hukum yang selalu ku dengarkan hingga saat ini di media massa. Heri dan Dira sudah menjalani pekerjaannya dengan tenang di sekolah yang berada di kampung ku.
“ Omak, apa yang ada dipikiran abah?, kenapa abah tidak mengizinkan ku untuk masuk ke dunia hukum?” tanyaku dengan omak.
“ Omak tak lah paham betul ape alasannye, yang omak pahamkan abak trauma betul dengan hukum yang tak adil di Indonesia ini”. Jawab omak dengan bahasa khas suku Melayu kami.
“ ye lah mak, Ani ingin sangat nak jadi sarjana hukum, Ani nak tunjukkan kepade orang-orang di luar sane. Macam mane Ani boleh ekspos kemampuan Ani menyelesaikan masalah hukum tu mak”. Jawab ku mengikuti bahasa khas omak.
“ Tapi, anak omak dah sarjana pendidikan mase ni kan?, bolehlah paham sikit perjuangan Ani dapatkan S.Pd tu, adik Ani masih butuhkan Ani. Tak usah nak cemberut nak, Allah paham macam mane hidup kite, Allah yang berikan hidup kite ni. Mase ni Ani pikirkan lah bagaimana care tuk menjalankan profesi Ani semampu Ani, sarjana pendidikan boleh pun nak menyelesaikan masalah hukum, didik siswa Ani dengan rase cinte pada negere ni, terutama pade negeri tanah Melayu ni. Itu sudah hebat sangatlah. Paham tak?”. Ucap omak meyakinkan ku.
“ Iya omak, akan Ani lakukan semampu Ani. Terimakasih omak, Ani sayang omak”. Jawabku yakin dengan perkataan omak.

          Kini baru ku sudari mencintai negeri ini bukan berarti harus membela dari jalur hukum, seluruh lapisan masyarakat bisa melakukannya dengan cara masing-masing. Sekalipun aku harus mengalami dilema antara hati dan keprofesionalan ku dalam waktu yang cukup panjang. Begitu pun Dira dan Heri sudah melakukan semampunya untuk negara ini. Apapun yang kita punya selalu menjadi bagian dari orang lain. Kata-kata itu yang menjadi semangat ku dalam menjalani profesi guru selama ini.


  Biodata narasi:
Nama saya adalah Iis wulandari, lahir pada tanggal 11 Maret 1996 tepatnya di Bangko Jaya kabupaten Rokan Hilir provinsi Riau, saat ini saya sedang menjalani pendidikan di Universitas Negeri Padang ,Sumatra Barat. Dengan jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Selasa, 08 September 2015



IKHTIAR DIATAS SAJADAH-MU

Dulu memang aku akui, tak banyak hal yang aku lakukan. Menghamburkan waktu adalah kegemaran ku. Bukan hal lain yang aku lakukan,melainkan membuang waktu dengan tidur,tidur dan tidur. Kadang hati ini masih bertanya,kenapa aku malas begini?? Tapi tak ada kata lain selain malas yang aku biasakan setiap hari. Nama ku Kiara Larasati. Tak ada yang khas dari namaku begitu pun dengan diriku, hal apa yang aku lakukan tak ada satupun yang berkesan. Seperti inilah hari-hariku( makan,minum,tidur,mandi,dan kuliah) ya...... bosan sekali 

          Sabtu pagi, girimis mengundang pun tiba( semacam lagu J). Ini serius. Pada saat itu diriku tersentak dari rangkaian mimpi-mimpi yang sambung-menyambung menjadi satu. Sontak tangan dan mata tertuju pada sebuah jam bekker sebagai pengganti ibu yang setiap pagi berteriak memanggilku. Ya maklum saja anak kost, mau tidak mau harus mendengar teriakan jam setiap paginya jika tidak, siap-siap absen pada mata kuliah. Nah disisi inilah kelebihan ku,bukan dari pekerjaan melainkan prinsip ku  yang tidak mau ada satu hari pun yang absen kuliah. Harus kuliah setip hari. Haruuuuuuuussss titik.

          Kuliah memang prioritasku saat ini, setidaknya otak ini masih berpikir bagimana perjuangan ibu dan ayah dirumah membanting tulang demi uang kuliah ku dan kedua adikku. Bergegas saat itu juga aku mengambil handuk yang berserakan di tempat tidur dan segera masuk kemar mandi.setelah selesai mandi dan berpakain. Secepat itu ku ambil tas dan langsung pergi menuju kampus. Untung saja tidak terlambat. Hari- hariku selalu di tutupi dengan aktifitas yang hampir sebagian waktu ku tersita karena berada di lingkungan yang KAMPUS. Bermodalkan wi-fi yang selalu ada bak udara yang selalu dihirup manusia terkecuali mati lampu.(HEHEHE)

          Hari sabtu sore disaat mata kuliah ku sudah usai, aku beranjak dari kelas menuju gerbang masuk kampus. Ya, memang lingkungan kampusku tergolong padat penduduk. Jadi tidak heran lagi jika jalan tak pernah sunyi dari kendaraan. Ntah mimpi apa diriku tadi malam, sore ini mata dan tubuhku seakan tak berdaya ketika melihat kejaian luar biasa yang untuk pertama kalinya dalam hidupku melihatnya. Kendaraan mini bus menabrak seorang pejalan kaki yang melintasi pinggiran jalan didepan kampusku. Sontak bunyi tabrakan mengiang ditelinga manusia yang sekiranya berada disekitar lokasi kejadian.Braaakkkkkk.kira-kira seperti itu suara yang terdengar. Langsung saja tanpa pikir panjang kami semua yang berada disekitar lokasi tabrakan langsung berkerumun memenuhi lokasi demi melihat keadaan yang terjadi. Posisi diriku saat itu tepat di depan korban yang tertabrak. Ntah apa yang kurasakan saat itu, sedih, iba, takut semua bercampur jadi satu. Lidahku kelu, tak sepatah kata pun yang terucap dari bibirku. Hingga para penduduk yang berdatangan pun sibuk bertanya kepada ku yang aku sendiri pada saat itu kehilangan kontrol, tak ada satupun pertanyaan dari mereka yang ku jawab,diriku hanya terdiam menangis melihat korban yang berlumuran darah. 

          “ innalillahi wainnailaihi roji’un” terdengar suara yang sangat sayup ditelingaku. Secepat mungkin aku sadar dari hilang kontrol yang menyapa diriku beberapa menit yang lalu. Ku lihat satpam kampus ku sudah mulai mengangkat korban ke tepi jalan yang ternyata sudah kehilangan nyawanya. Diri ku masih menangis tersedu-sedu tak tahan melihat jasad korban yang tergeletak.
“ kia, wes bali wae yo? “ ucap satpam kampus menyuruh ku untuk kembali kerumah.
“ iyo pak, duluan yo pak” jawab ku.
Satpam kampus ini seakan tau diriku lemah dengan perkara yang seperti ini. Sehingga perintahnya pun menyuruhku kembali langsung ku iyakan. Sambil berjalan menuju kost ku yang tidak jauh dari kampus diriku masih menangis tersedu-sedu. Bayangan kejadian mengenaskan itu berulang-ulang kembali ke pikiran ku.  Sampai di kost, aku duduk terdiam di tempat tidurku. Beberapa menit kemudian ku langkahkan kaki menuju kamar mandi untuk mandi sore. “ mandi dulu, mudah-mudahan hilang kejadian tadi dari benak ku” pikir ku singkat.

          Kejadian itu menghantuiku beberapa hari belakangan ini. Aku hanya banyak melamun setelah kejadian itu. Dan mulai terlintas dipikiran ku bahwa itu baru orang lain yang kehilangan nyawa, nah bagaimana aku nanti?, bagaimana akhir nyawa ku nanti?, apakah mengenaskan seperi korban yang kulihat? Ntah lah. Hanya tuhan yang tau. Mulai hari itu diriku berpikir seakan-akan mengingat mati disela sela lamunanku. Bahkan kini diriku perlahan-lahan mengalami perubahan. Mulai melaksanakan sholat lima waktu, sebab karena sholat ini diriku menjadi lebih tenang, tidak merasakan takut seperti hari hari sebelumnya. Terlebih sejak kejadian buruk itu. Satu persatu ku pelajari buku-buku agama yang ku punya setelah sholat lima waktu diatas sajadah. Tak munafik lagi, yang aku pikirkan apakah aku sudah siap menghadap sakaratul maut. Boleh jadi kalau aku sakit, nah kalau kejadiannya seperti korban yang ku lihat bagaimana?. Ku rasa dia juga tidak tahu akan meninggal hari itu. Sebab itulah berangsur-angsur diriku mempelajari ilmu agama dari buku-buku, mendalamnya yang tidak jelas ku tanyakan pada senior dikampus, kalau tidak puas dengan dosen mata kuliah agama.

          Sajadah ini menjadi saksi bisu ketika diriku berikhtiar mencari ketenangan hati. Satu persatu ku dalami termasuk pasal hijab. Berangsur-angsur ku mantapkan hijab yang ku kenakan setiap hari. Dan memang telah kubuktikan hidupku lebih nyaman dan tenang dari pada hari biasa. Sepertinya kejadian itu menjadi pelajaran berharga untuk ku. Nah dengan perubahan ini teman se-kost dan teman sekelas ku justru malah terheran-heran melihat perubahan pada diriku. Termasuk teman ku yang satu ini, iren namanya.
“ kia, apa aku yang mimpi atau kamu ya..?” tanya iren sembari minum jus yang disediakan pelayan kantin di kampus ku.
“mimpi apanya ren?” jawab ku bingung
“iya, sejak kapan kamu berhijab dalam begini? Dan yang aku dengar kamu sudah mulai rajin ya di kost?” tanya iren.
“ hehehe. Kamu bisa aja ren. Iya udah seminggu aku berhijab begini. Ceritanya panjang kenapa aku jadi berubah begini. Yang penting kamu senangkan aku berubah?”  tanya ku kembali.
“ wesssss. Senang banget kia. Yang penting sama akunya gak berubah juga.” Jawab iren.
“ wah ya gak la ren. “ jawab ku meyakinkannya.
Setelah berbincang sedikit dikantin, kusambung ceritaku bersama dengan iren diperpustakan kampus. Kali ini iren terharu mendengar ceritaku. Padahal ceritanya juga gak sedih-sedih amat. Cuma irennya aja yang cengeng. Tapi dibalik keterharuan iren ada senyum yang diperlihatkannya kepadaku sebagai tanda bahwa dia sangat senang melihat berubahan positif temannya yang satu ini. Dan kini tugasku membawa perubahan yang baik untuk diriku dan teman-temanku.
Bersambung..........Sekian cerpen dari saya, semoga bermanfaat .

Karya : Iis wulandari
MAHASISWA PGSD 
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG






         

Selasa, 10 Februari 2015



Keluhan hati yang tidak tersampaikan …..
Karya : iis wulandari, 23 september 2012,1:43 PM

            Aku harus bertahan dalam keheningan hatiku…
          Dalam suasana hati yang tak terdeteksi keadaannya.
          Berusaha untuk menjadi yang di inginkan oleh semuanya
          Tapi harapan itu telah hanyut di bawa ombak yang menerjang

          Desiran air dan dinginnya udara dipantai
          Tak membuat keadaan sebuah suasana menjadi hangat…
          Terkadang hangatnya suasana belum juga tertepiskan,,,
          Keinginan untuk menggapai bintang nan jauh disana

          Tak terpikirkan oleh hal yang begitu berarti,,
          Akan apa yang di inginkan oleh sesosok manusia ini
Berlari dan mengejar apa yang bisa..                                                        
Dan mengangkat kedua tangan ini  menghadap kepada- Nya

          Rancunya arah tak merebahkan apapun
          Semakin menambah kekuatan hati ,,
          Dengan berdiri di depan semua yang ada
          Harus berlari dan berlari,,,,,,,,,






CAHAYA YANG AGUNG
Karya iis wulandari, 18 juni 2013, 10.19 WIB

Waktu bagai hembusan angin
Berlalu tak terasa
Musin bergantian menyambut
Sang hamba Allah yang berjuang
Gelap gulitanya keadaan
Tak terpikirkan lagi
Demi sebuah cahaya yang agung
          Mungkin saat ini…
          Tak ada seorangpun yang berani
          Membersihkan semuanya
          Dari segala yang mengotorinya
Pinti al jannah terbuka lebar
Untuk semua ummat Muhammad
Tapi semua semua membrikan cahaya itu
Berlalu tanpa kesadaran
          Bulan yang penuh dengan cahaya iman
Menyembuhkan hambamu dari
Segala penyakit dimuka bumi ini
Sorak gembira menyambut
Ramdhan yang agung
Menguji keimanan hambamu
Untuk 1 bulan penuh menuju kemenangan....