ANTARA HATI DAN KEPROFESIONALANKU
( 16 November 2015. 15.53 WIB)
Ruangan ini memang bukanlah sebuah
bagian dari gedung megah,tinggi,dan memiliki fasilitas yang mewah. Bahkan bisa
dikatakan setiap orang tidak ingin masuk ke sini. Aku tidak tahu pasti apa yang
mereka pikirkan. Entah karena ruangan ini terlalu sempit,atau karena mereka
tidak mengerti dengan beribu nasehat dan pelajaran yang disampaikan di ruangan
ini. Termasuk perjalanan hati ini yang tak mengira bahwa ruangan ini lebih
indah dan lebih nikmat.
Pagi masih berjalan.
Aku (Ani), Dira dan Heri bergegas
menuju masjid dikampung untuk menunaikan
ibadah sholat zhuhur . Selepas zhuhur kami berkumpul untuk bercerita tentang
permainan apa yang akan dimainkan setelah ashar nanti . Seperti halnya orang
dewasa, yang berbicara serius tentang masalah yang dihadapinya. Memang aku akui
kami adalah anak-anak yang lumayan patuh pada peraturan yang diberikan oleh
abah dan omak. Jadi, setiap kegiatan yang kami lakukan pastilah abah dan omak
tahu. Sebabnya dari suku melayu yang berada di Rokan Hilir provinsi Riau ini
,orang tua adalah hal yang paling keramat jika nasehat dan perintahnya
dibantah.
Waktu menunjukkan pukul empat sore, saatnya
kami bermain setelah sholat ashar sesuai dengan kesepakatan yang direncanaka,sambil
mendengar suara air sungai yang mengalir deras sekitar 6 meter dari lapangan
tempat kami bermain.
“
Menjadi anak-anak sangatlah menyenangkan. Kita bebas bermain tanpa harus
memikirkan masalah yang berarti. Benarkan teman-teman?” ucap Heri.
“Tentu,
Her. Hanya anak kecil yang bisa seperti ini. Jika kita telah dewasa , kita
tidak bisa bermain seperti yang kita ingin.” Dukung ku.
“
Iya benar teman. Ntah masalah apa yang dibahas oleh orang dewasa. Aku pun tidak
paham benar. Kemarin banyak sekali perbincangan didalam televisi yang berbicara
tentang keadilan,kesejahteraan, ekonomi, pendidikan dan masih banyak yang lainnya.
Dan kemungkinan besar teman – teman yang seumuran dengan kita tidak paham
tentang permasalahan yang dibahasa mereka. Apakah harus seperti itu juga kita
nantinya? Harus ikut serta dalam masalah-masalah yang kalau ku lihat tak ada
habisnya. Mereka berteriak menuntut hak nya dengan berbagai cara. Ntahlah yang
jelas itu masih misteri bagiku.” Ucap Dira.
“
Jika kita sudah dewasa pastilah kita juga akan menghadapi hal yang sama seperti
halnya orang dewasa sekarang ini . Untuk membahas hal-hal yang ditampilkan dan
dibicarakan di televisi. Dan pada suatu hari nanti pasti kita juga akan
mengerti.” Ujarku.
“waaaah,
Ani. Seperti abang ku saja cara bicara mu. Mirip seperti orang dewasa.” Kata
Dira sambil tersenyum.
“
Ya sudahlah teman-teman. Tidak usah di ambil pusing, sekarang yang terpenting
kita majukan saja negeri tanah Melayu ini, tanah kelahiran kita. Jangan
pikirkan yang lain. Belajar terus dan semangat. O iya besok ada penyambutan
tamu Dinas Pendidikan di Sekolah Dasar kita, aku akan menyambut dengan nyanyian
Lancang Kuning dengan teman-teman yang lain. Kalau kalian?” ucap Heri.
“
Karena kami anggota tari di sekolah. Tentu saja kami akan menyambut dengan
tarian persembahan khas provinsi Riau tercinta ini. Ya sudah, mari kita pulang
sebelum abah dan omak mencari kita.” Ujar ku sambil mengambil sedal yang
terletak dibalik bebatuan tepi sungai.
Pagi bergulir menjadi duha.
Masih berada di satu sekolah yang
sama, SMP Negeri 2 Bangko Pusako. Salah satu sekolah yang ternama di daerah
yang terkenal penuh dengan kelapa sawit
ini. Namun hari ini kami tidak menjadwalkan bermain ke tepi sungai seperti yang
kami lakukan pada masa sekolah dasar beberapa tahun yang lalu. Ya benar, kami
sudah menginjak usia 14 tahun. Kami selalu di sibukkan dengan kegiatan yang di
adakan oleh sekolah baik pagi maupun sore. Sehingga waktu bermain hanya hari
Minggu saja.
Sesuai dengan seragam yang kami
kenakan, putih biru. Abah dan omak tidak lagi berpesan pulang tepat waktu, melainkan
percaya bahwa kami mampu mengemban amanat yang selalu diperdengarkan setiap
harinya ditelinga kami. Nah, abah dan omak pun seakan mengerti atas apa yang
kami lakukan, jika terlambat pulang berarti masih ada kegiatan penting yang
kami lakukan di sekolah dan bukan bermain.
“ Aku masih harus segera membuat program kerja
divisiku minggu ini. Belum lagi persiapan olimpiade PKn di kabupaten Rokan Hilir dua minggu yang akan datang.
Benar-benar melelahkan, tapi tetap saja yang paling penting sarjana hukum harus
ditangan.” Ujar ku
“
Aku tidak mengerti apa yang ada dipikiranmu saat ini. Kamu serius menginginkan
dunia yang penuh dengan perkara-perkara yang mungkin kamu saja tidak mengerti”.
Ucap Dira yang tak percaya.
“
Ya. Itulah Ani teman kita. Dia sudah terlanjur cinta dengan segala yang
berurusan dengan hukum. Tapi menurutku, pikir-pikirlah kembali dengan matang”.
Dukung Heri.
“Tapi
menurutku ini tidak cocok untukmu Ani, perempuan seperti mu aku rasa sangat
cocok menjadi seorang pendidik”. Ujar Dira
Heri
menggelengkan kepala sembari menahan senyum, kemudian mendelik kearahku. Kali
ini aku memilih untuk diam. Pilihan yang membingungkan menurut Heri.
“Lebih
baik tidak usah dibahas sekarang, dari pada adu argumen yang tak berkesudahan”.
Ujar heri.
Diriku masih mempunyai hutang yang tak
ada habisnya. Lebih –lebih untuk negara dan negeri tanah Melayu ini. Hati ini
mungkin selalu merasa terancam akan tuntutan yang selalu mengiang dan membayang
untuk suatu tanggung jawab yang memerlukan keikhlasan dalam mengembannya.
Seiring dengan bergantinya seragam
sekolah kami menjadi putih abu-abu, aku pun masih saja merenungkan kata-kata
Dira tentang keadilan, kesejahteraan, ekonomi dan pendidikan itu. Kini di SMA N
1 Bangko pusako kami memang dituntut untuk lebih belajar sesuai dengan minat
dan cita-cita kami. IPS ( Ilmu Pengetahuan Sosial) adalah jurusan yang ku ambil
saat itu, ntah apa yang menggerakkan hati ini sehingga tak bisa melepaskan diri
dari hal-hal yang berbau hukum dan sosial.
“
Dira, kira-kira kamu sudah memikirkan universitas mana yang menjadi sasaran
setelah selesai dari SMA ini?” tanya Heri
“
Sudah Her, abah,omak dan aku sudah memutuskan untuk mengambil UIN Sultan Syarif
Kasim Riau. Kalau kamu Her?” ucap Dira dengan jelas.
“
Sudah juga Dira. Target universitas kali ini harus tercapai. Tidak ada kata
main-main lagi untuk mendapatkan yang satu ini. Kalau kamu ni?” Jawab Heri
Aku hanya bisa terdiam mendengar satu
kalimat yang seakan menyudutkan jiwaku. Iya , memang benar apa yang ditanyakan
oleh Dira dan Heri kali ini, tapi tetap saja pertanyaan itu sangat-sangat
membuatku terpukul. Abahku sendiri sudah dua bulan yang lalu menghembuskan
nafas terakhirnya. Sekiranya aku hanya memikirkan kelangsungan hidup keluarga
untuk waktu yang akan datang. Beban hidup yang ku tanggung serta tanggung jawab
keluarga kini sudah berada dibahu ku sendiri untuk dipikul seumur hidup.
“
Ntahlah Her, rasanya sudah pupus harapan ini”. Jawab ku.
“
Kamu tidak boleh berkata seperti itu Ni, jalan hidup seseorang hanya Allah lah
yang tahu teman”. Jawab Dira meyakinkan ku.
Abah sudah meninggalkan satu
kepercayaan terhadap anak tertuanya ini,untuk tidak akan berkecimpung pada
dunia hukum. Sampai saat ini aku belum mengetahui alasan ayah berkata seperti
itu. Omak pun tidak pernah menyingung masalah ini.
Siang pun datang menghampiri
Aku masih di sini. Belum terniat untuk
melajutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Bukan karena aku malas dan
tidak mau, namun tanggung jawab atas keluarga yang membuatku bertahan di rumah.
Aku masih suka membaca dan melihat berita-berita di televisi hingga saat ini
walaupun hati masih sangat penasaran dengan akhir dari perkara-perkara yang
disampaikan oleh para wartawan-wartawan itu.
Heri juga masih disini. Bedanya denganku,
dia berkuliah di kota Bagan Siapi-api sekitar 2 jam dari kampung kami ini.
Sedangkan Dira sudah lulus di UIN Sultan Syarif Kasim. Katanya dia masuk di
jurusan pendidikan matematika.
Merasa sangat bersalah dengan hati
nurani ini. Selama ini yang diharapkan oleh diriku adalah suatu saat diriku
dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang tidak beres dalam dunia
perhukuman. Tapi itulah, tak bisa ditebak memang hal yang akan terjadi
selanjutnya. Aku masih berada disini menunggu kabar kelulusan ku di salah satu
perguruan tinggi negeri ternama yang ada di provinsi. Sementara Dira dan Heri
sudah mulai bergelut dengan dunia barunya itu.
Rasa penasaran ku sampai saat ini masih
belum terjawab, terutama perdebatan kami pada masa sekolah dasar dulu. Setahun
berlalu, Heri dan Dira sudah masuk semester 3 perkuliahan. Akhirnya kesempatan
itu terbuka untuk ku,untuk merasakan bangku kuliah seperti teman-teman yang
lain melalui beasiswa Bidik misi. Jujur dalam hati senang sekali sebab omak
tidak terlalu memikirkan biaya kuliahku.
“ Nak, sudah dapat kabar mengenai kelulusan
mu di UR? “. Suara lembut terdengar dari balik dinding pembatas ruang makan
keluraga. Diri yang tak seberapa ini hanya bisa tertegun dan terdiam tanpa
mengucapkan sepatah katapun.
“
Nak, omak tanya tolonglah jawab, takkan tak nak jawab” suara lembut itu terdengar sekali lagi
dengan bahasa yang khas. Sontak jawaban singkat ku sampaikan kepada seorang
sosok yang berjasa dalam kehidupanku,” belum ibu, hasilnya akan keluar pada
tanggal 22 Mei 2015 mendatang.
Kabar kelulusan itu akhirnya datang,
dan aku dinyatakan lulus di Universitas Riau. Tapi sayang sekali, aku lulus
bukan di jurusan hukum seperti yang kuharapkan. Melainkan di jurusan Pendidikan
Guru Sekolah Dasar. PGSD, ya salah satu jurusan yang diminta dengan amat sangat
oleh omak agar aku mengambilnya di UR.
Jauh
dari bayangan dan ekspektasiku selama ini, hanya air mata yang sanggup keluar
dari perasaan ini. Lebih-lebih Allah pasti mengetahui bahwasannya abak tidak
mengizinkan ku untuk menapaki dunia hukum.
Merenung diatas kursi goyang didepan
rumah, terlintas dipikiranku bahwa jalan hidup ini suatu saat akan menemukan
titik terang yang mungkin bisa aku terima dengan lapang dada dan hati senang.
Senja dan malam datang bersamaan
Kini semuanya ku lalui. Tidak terasa
minggu depan aku sudah akan memakai toga kebanggaan setiap mahasiswa yang akan
wisuda. Sarjana pendidikan yang sudah kudapatkan membuatku merenung panjang
kembali. Bisakah aku menjadi guru profesional sementara hati ini masih
terbayang-bayang akan segala persoalan-persoalan hukum yang selalu ku dengarkan
hingga saat ini di media massa. Heri dan Dira sudah menjalani pekerjaannya
dengan tenang di sekolah yang berada di kampung ku.
“
Omak, apa yang ada dipikiran abah?, kenapa abah tidak mengizinkan ku untuk
masuk ke dunia hukum?” tanyaku dengan omak.
“
Omak tak lah paham betul ape alasannye, yang omak pahamkan abak trauma betul
dengan hukum yang tak adil di Indonesia ini”. Jawab omak dengan bahasa khas
suku Melayu kami.
“
ye lah mak, Ani ingin sangat nak jadi sarjana hukum, Ani nak tunjukkan kepade
orang-orang di luar sane. Macam mane Ani boleh ekspos kemampuan Ani
menyelesaikan masalah hukum tu mak”. Jawab ku mengikuti bahasa khas omak.
“
Tapi, anak omak dah sarjana pendidikan mase ni kan?, bolehlah paham sikit
perjuangan Ani dapatkan S.Pd tu, adik Ani masih butuhkan Ani. Tak usah nak
cemberut nak, Allah paham macam mane hidup kite, Allah yang berikan hidup kite
ni. Mase ni Ani pikirkan lah bagaimana care tuk menjalankan profesi Ani semampu
Ani, sarjana pendidikan boleh pun nak menyelesaikan masalah hukum, didik siswa
Ani dengan rase cinte pada negere ni, terutama pade negeri tanah Melayu ni. Itu
sudah hebat sangatlah. Paham tak?”. Ucap omak meyakinkan ku.
“
Iya omak, akan Ani lakukan semampu Ani. Terimakasih omak, Ani sayang omak”.
Jawabku yakin dengan perkataan omak.
Kini baru ku sudari mencintai negeri
ini bukan berarti harus membela dari jalur hukum, seluruh lapisan masyarakat
bisa melakukannya dengan cara masing-masing. Sekalipun aku harus mengalami
dilema antara hati dan keprofesionalan
ku dalam waktu yang cukup panjang. Begitu pun Dira dan Heri sudah melakukan
semampunya untuk negara ini. Apapun yang kita punya selalu menjadi bagian dari
orang lain. Kata-kata itu yang menjadi semangat ku dalam menjalani profesi guru
selama ini.
Nama
saya adalah Iis wulandari, lahir pada tanggal 11 Maret 1996 tepatnya di Bangko
Jaya kabupaten Rokan Hilir provinsi Riau, saat ini saya sedang menjalani
pendidikan di Universitas Negeri Padang ,Sumatra Barat. Dengan jurusan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar.