Minggu, 05 Februari 2017

ANTARA HATI DAN KEPROFESIONALANKU



ANTARA HATI DAN KEPROFESIONALANKU
( 16 November 2015. 15.53 WIB)
          Ruangan ini memang bukanlah sebuah bagian dari gedung megah,tinggi,dan memiliki fasilitas yang mewah. Bahkan bisa dikatakan setiap orang tidak ingin masuk ke sini. Aku tidak tahu pasti apa yang mereka pikirkan. Entah karena ruangan ini terlalu sempit,atau karena mereka tidak mengerti dengan beribu nasehat dan pelajaran yang disampaikan di ruangan ini. Termasuk perjalanan hati ini yang tak mengira bahwa ruangan ini lebih indah dan lebih nikmat.

Pagi masih berjalan.

       Aku (Ani), Dira dan Heri bergegas menuju masjid dikampung  untuk menunaikan ibadah sholat zhuhur . Selepas zhuhur kami berkumpul untuk bercerita tentang permainan apa yang akan dimainkan setelah ashar nanti . Seperti halnya orang dewasa, yang berbicara serius tentang masalah yang dihadapinya. Memang aku akui kami adalah anak-anak yang lumayan patuh pada peraturan yang diberikan oleh abah dan omak. Jadi, setiap kegiatan yang kami lakukan pastilah abah dan omak tahu. Sebabnya dari suku melayu yang berada di Rokan Hilir provinsi Riau ini ,orang tua adalah hal yang paling keramat jika nasehat dan perintahnya dibantah.

          Waktu menunjukkan pukul empat sore, saatnya kami bermain setelah sholat ashar sesuai dengan kesepakatan yang direncanaka,sambil mendengar suara air sungai yang mengalir deras sekitar 6 meter dari lapangan tempat kami bermain.
“ Menjadi anak-anak sangatlah menyenangkan. Kita bebas bermain tanpa harus memikirkan masalah yang berarti. Benarkan teman-teman?” ucap Heri.
“Tentu, Her. Hanya anak kecil yang bisa seperti ini. Jika kita telah dewasa , kita tidak bisa bermain seperti yang kita ingin.” Dukung ku.
“ Iya benar teman. Ntah masalah apa yang dibahas oleh orang dewasa. Aku pun tidak paham benar. Kemarin banyak sekali perbincangan didalam televisi yang berbicara tentang keadilan,kesejahteraan, ekonomi, pendidikan dan masih banyak yang lainnya. Dan kemungkinan besar teman – teman yang seumuran dengan kita tidak paham tentang permasalahan yang dibahasa mereka. Apakah harus seperti itu juga kita nantinya? Harus ikut serta dalam masalah-masalah yang kalau ku lihat tak ada habisnya. Mereka berteriak menuntut hak nya dengan berbagai cara. Ntahlah yang jelas itu masih misteri bagiku.” Ucap Dira.
“ Jika kita sudah dewasa pastilah kita juga akan menghadapi hal yang sama seperti halnya orang dewasa sekarang ini . Untuk membahas hal-hal yang ditampilkan dan dibicarakan di televisi. Dan pada suatu hari nanti pasti kita juga akan mengerti.” Ujarku.
“waaaah, Ani. Seperti abang ku saja cara bicara mu. Mirip seperti orang dewasa.” Kata Dira sambil tersenyum.
“ Ya sudahlah teman-teman. Tidak usah di ambil pusing, sekarang yang terpenting kita majukan saja negeri tanah Melayu ini, tanah kelahiran kita. Jangan pikirkan yang lain. Belajar terus dan semangat. O iya besok ada penyambutan tamu Dinas Pendidikan di Sekolah Dasar kita, aku akan menyambut dengan nyanyian Lancang Kuning dengan teman-teman yang lain. Kalau kalian?” ucap Heri.
“ Karena kami anggota tari di sekolah. Tentu saja kami akan menyambut dengan tarian persembahan khas provinsi Riau tercinta ini. Ya sudah, mari kita pulang sebelum abah dan omak mencari kita.” Ujar ku sambil mengambil sedal yang terletak dibalik bebatuan tepi sungai.

Pagi bergulir menjadi duha.

          Masih berada di satu sekolah yang sama, SMP Negeri 2 Bangko Pusako. Salah satu sekolah yang ternama di daerah yang terkenal  penuh dengan kelapa sawit ini. Namun hari ini kami tidak menjadwalkan bermain ke tepi sungai seperti yang kami lakukan pada masa sekolah dasar beberapa tahun yang lalu. Ya benar, kami sudah menginjak usia 14 tahun. Kami selalu di sibukkan dengan kegiatan yang di adakan oleh sekolah baik pagi maupun sore. Sehingga waktu bermain hanya hari Minggu saja. 

Sesuai dengan seragam yang kami kenakan, putih biru. Abah dan omak tidak lagi berpesan pulang tepat waktu, melainkan percaya bahwa kami mampu mengemban amanat yang selalu diperdengarkan setiap harinya ditelinga kami. Nah, abah dan omak pun seakan mengerti atas apa yang kami lakukan, jika terlambat pulang berarti masih ada kegiatan penting yang kami lakukan di sekolah dan bukan bermain.
 “ Aku masih harus segera membuat program kerja divisiku minggu ini. Belum lagi persiapan olimpiade PKn di kabupaten  Rokan Hilir dua minggu yang akan datang. Benar-benar melelahkan, tapi tetap saja yang paling penting sarjana hukum harus ditangan.” Ujar ku
“ Aku tidak mengerti apa yang ada dipikiranmu saat ini. Kamu serius menginginkan dunia yang penuh dengan perkara-perkara yang mungkin kamu saja tidak mengerti”. Ucap Dira yang tak percaya.
“ Ya. Itulah Ani teman kita. Dia sudah terlanjur cinta dengan segala yang berurusan dengan hukum. Tapi menurutku, pikir-pikirlah kembali dengan matang”. Dukung Heri.
“Tapi menurutku ini tidak cocok untukmu Ani, perempuan seperti mu aku rasa sangat cocok menjadi seorang pendidik”. Ujar Dira
Heri menggelengkan kepala sembari menahan senyum, kemudian mendelik kearahku. Kali ini aku memilih untuk diam. Pilihan yang membingungkan menurut Heri.
“Lebih baik tidak usah dibahas sekarang, dari pada adu argumen yang tak berkesudahan”. Ujar heri. 

Diriku masih mempunyai hutang yang tak ada habisnya. Lebih –lebih untuk negara dan negeri tanah Melayu ini. Hati ini mungkin selalu merasa terancam akan tuntutan yang selalu mengiang dan membayang untuk suatu tanggung jawab yang memerlukan keikhlasan dalam mengembannya. 

Seiring dengan bergantinya seragam sekolah kami menjadi putih abu-abu, aku pun masih saja merenungkan kata-kata Dira tentang keadilan, kesejahteraan, ekonomi dan pendidikan itu. Kini di SMA N 1 Bangko pusako kami memang dituntut untuk lebih belajar sesuai dengan minat dan cita-cita kami. IPS ( Ilmu Pengetahuan Sosial) adalah jurusan yang ku ambil saat itu, ntah apa yang menggerakkan hati ini sehingga tak bisa melepaskan diri dari hal-hal yang berbau hukum dan sosial.
“ Dira, kira-kira kamu sudah memikirkan universitas mana yang menjadi sasaran setelah selesai dari SMA ini?” tanya Heri
“ Sudah Her, abah,omak dan aku sudah memutuskan untuk mengambil UIN Sultan Syarif Kasim Riau. Kalau kamu Her?” ucap Dira dengan jelas.
“ Sudah juga Dira. Target universitas kali ini harus tercapai. Tidak ada kata main-main lagi untuk mendapatkan yang satu ini. Kalau kamu ni?” Jawab Heri

Aku hanya bisa terdiam mendengar satu kalimat yang seakan menyudutkan jiwaku. Iya , memang benar apa yang ditanyakan oleh Dira dan Heri kali ini, tapi tetap saja pertanyaan itu sangat-sangat membuatku terpukul. Abahku sendiri sudah dua bulan yang lalu menghembuskan nafas terakhirnya. Sekiranya aku hanya memikirkan kelangsungan hidup keluarga untuk waktu yang akan datang. Beban hidup yang ku tanggung serta tanggung jawab keluarga kini sudah berada dibahu ku sendiri untuk dipikul seumur hidup.
“ Ntahlah Her, rasanya sudah pupus harapan ini”. Jawab ku.
“ Kamu tidak boleh berkata seperti itu Ni, jalan hidup seseorang hanya Allah lah yang tahu teman”. Jawab Dira meyakinkan ku.

Abah sudah meninggalkan satu kepercayaan terhadap anak tertuanya ini,untuk tidak akan berkecimpung pada dunia hukum. Sampai saat ini aku belum mengetahui alasan ayah berkata seperti itu. Omak pun tidak pernah menyingung masalah ini.

Siang pun datang menghampiri

       Aku masih di sini. Belum terniat untuk melajutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Bukan karena aku malas dan tidak mau, namun tanggung jawab atas keluarga yang membuatku bertahan di rumah. Aku masih suka membaca dan melihat berita-berita di televisi hingga saat ini walaupun hati masih sangat penasaran dengan akhir dari perkara-perkara yang disampaikan oleh para wartawan-wartawan itu.

          Heri juga masih disini. Bedanya denganku, dia berkuliah di kota Bagan Siapi-api sekitar 2 jam dari kampung kami ini. Sedangkan Dira sudah lulus di UIN Sultan Syarif Kasim. Katanya dia masuk di jurusan pendidikan matematika.

Merasa sangat bersalah dengan hati nurani ini. Selama ini yang diharapkan oleh diriku adalah suatu saat diriku dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang tidak beres dalam dunia perhukuman. Tapi itulah, tak bisa ditebak memang hal yang akan terjadi selanjutnya. Aku masih berada disini menunggu kabar kelulusan ku di salah satu perguruan tinggi negeri ternama yang ada di provinsi. Sementara Dira dan Heri sudah mulai bergelut dengan dunia barunya itu.

Rasa penasaran ku sampai saat ini masih belum terjawab, terutama perdebatan kami pada masa sekolah dasar dulu. Setahun berlalu, Heri dan Dira sudah masuk semester 3 perkuliahan. Akhirnya kesempatan itu terbuka untuk ku,untuk merasakan bangku kuliah seperti teman-teman yang lain melalui beasiswa Bidik misi. Jujur dalam hati senang sekali sebab omak tidak terlalu memikirkan biaya kuliahku.
          “ Nak, sudah dapat kabar mengenai kelulusan mu di UR? “. Suara lembut terdengar dari balik dinding pembatas ruang makan keluraga. Diri yang tak seberapa ini hanya bisa tertegun dan terdiam tanpa mengucapkan sepatah katapun.
“ Nak, omak tanya tolonglah jawab, takkan tak nak  jawab” suara lembut itu terdengar sekali lagi dengan bahasa yang khas. Sontak jawaban singkat ku sampaikan kepada seorang sosok yang berjasa dalam kehidupanku,” belum ibu, hasilnya akan keluar pada tanggal 22 Mei 2015 mendatang.

          Kabar kelulusan itu akhirnya datang, dan aku dinyatakan lulus di Universitas Riau. Tapi sayang sekali, aku lulus bukan di jurusan hukum seperti yang kuharapkan. Melainkan di jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. PGSD, ya salah satu jurusan yang diminta dengan amat sangat oleh omak agar aku mengambilnya di UR.
Jauh dari bayangan dan ekspektasiku selama ini, hanya air mata yang sanggup keluar dari perasaan ini. Lebih-lebih Allah pasti mengetahui bahwasannya abak tidak mengizinkan ku untuk menapaki dunia hukum. 

Merenung diatas kursi goyang didepan rumah, terlintas dipikiranku bahwa jalan hidup ini suatu saat akan menemukan titik terang yang mungkin bisa aku terima dengan lapang dada dan hati senang.

Senja dan malam datang bersamaan

       Kini semuanya ku lalui. Tidak terasa minggu depan aku sudah akan memakai toga kebanggaan setiap mahasiswa yang akan wisuda. Sarjana pendidikan yang sudah kudapatkan membuatku merenung panjang kembali. Bisakah aku menjadi guru profesional sementara hati ini masih terbayang-bayang akan segala persoalan-persoalan hukum yang selalu ku dengarkan hingga saat ini di media massa. Heri dan Dira sudah menjalani pekerjaannya dengan tenang di sekolah yang berada di kampung ku.
“ Omak, apa yang ada dipikiran abah?, kenapa abah tidak mengizinkan ku untuk masuk ke dunia hukum?” tanyaku dengan omak.
“ Omak tak lah paham betul ape alasannye, yang omak pahamkan abak trauma betul dengan hukum yang tak adil di Indonesia ini”. Jawab omak dengan bahasa khas suku Melayu kami.
“ ye lah mak, Ani ingin sangat nak jadi sarjana hukum, Ani nak tunjukkan kepade orang-orang di luar sane. Macam mane Ani boleh ekspos kemampuan Ani menyelesaikan masalah hukum tu mak”. Jawab ku mengikuti bahasa khas omak.
“ Tapi, anak omak dah sarjana pendidikan mase ni kan?, bolehlah paham sikit perjuangan Ani dapatkan S.Pd tu, adik Ani masih butuhkan Ani. Tak usah nak cemberut nak, Allah paham macam mane hidup kite, Allah yang berikan hidup kite ni. Mase ni Ani pikirkan lah bagaimana care tuk menjalankan profesi Ani semampu Ani, sarjana pendidikan boleh pun nak menyelesaikan masalah hukum, didik siswa Ani dengan rase cinte pada negere ni, terutama pade negeri tanah Melayu ni. Itu sudah hebat sangatlah. Paham tak?”. Ucap omak meyakinkan ku.
“ Iya omak, akan Ani lakukan semampu Ani. Terimakasih omak, Ani sayang omak”. Jawabku yakin dengan perkataan omak.

          Kini baru ku sudari mencintai negeri ini bukan berarti harus membela dari jalur hukum, seluruh lapisan masyarakat bisa melakukannya dengan cara masing-masing. Sekalipun aku harus mengalami dilema antara hati dan keprofesionalan ku dalam waktu yang cukup panjang. Begitu pun Dira dan Heri sudah melakukan semampunya untuk negara ini. Apapun yang kita punya selalu menjadi bagian dari orang lain. Kata-kata itu yang menjadi semangat ku dalam menjalani profesi guru selama ini.


  Biodata narasi:
Nama saya adalah Iis wulandari, lahir pada tanggal 11 Maret 1996 tepatnya di Bangko Jaya kabupaten Rokan Hilir provinsi Riau, saat ini saya sedang menjalani pendidikan di Universitas Negeri Padang ,Sumatra Barat. Dengan jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar